Jumat, 08 Maret 2019

Contoh kasus dan cara menangani Cyber Ethics


Contoh kasus pelanggaran cyber ethics dan bagaimana cara menanganinya

·     Pengertian Cyber Ethics

Cyber ethics adalah suatu aturan tak tertulis yang dikenal di dunia IT. Suatu nilai-nilai yang disepakati bersama untuk dipatuhi dalam interaksi antar pengguna teknologi khususnya teknologi informasi. Tidak adanya batas yang jelas secara fisik serta luasnya penggunaan IT di berbagai bidang membuat setiap orang yang menggunakan teknologi informasi diharapkan mau mematuhi cyber ethics yang ada.
Cyber ethics memunculkan peluang baru dalam bidang pendidikan, bisnis, layanan pemerintahan dengan adanya kehadiran internet. Sehingga memunculkan netiket/nettiquette yaitu salah satu etika acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet,berpedoman pada IETF (the internet engineering task force), yang menetapkan RFC (netiquette guidelies dalam request for comments)

·     Kasus-Kasus Cyber Ethics

Ø Tamim Pardede














Muhammad Tamim Pardede (45) ditangkap lantaran mengunggah video di Youtube yang memuat penghinaan terhadap Presiden dan Kapolri. Dalam salah satu videonya, Tamim menyebut bahwa Jokowi berpihak pada blok komunis. Ia juga menyatakan bahwa Tito termasuk antek Jokowi yang berpaham komunis.
Ia lantas menantang polisi untuk menangkapnya. "Kalau Jokowi memerintahkan anteknya yang bernama Tito Karnavian dan pasukannya untuk menangkap saya, saya tidak akan tinggal diam. Jangan harap polisi bisa bawa saya hidup-hidup," ujar Tamim dalam video berdurasi hampir 4 menit itu.
Gelar Profesor yang sering dibawa-bawa oleh Tamim Pardede pun diduga palsu. Sebab, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) secara resmi menyatakan bahwa tidak pernah ada penganugerahan gelar profesor kepada Tamim. Dalam salah satu kalimatnya tertulis bahwa ketenaran LIPI di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kerap membuat orang mencatut nama LIPI untuk tujuan tertentu. "Salah satu contohnya adalah seseorang yang mengaku bernama Tamim Pardede dan mengklaim dirinya adalah profesor riset dari LIPI. Dan setelah LIPI melakukan penelusuran data dan fakta, ternyata nama Tamim Pardede bukan merupakan profesor riset dari LIPI dan lembaga ini tidak pernah mengukuhkan yang bersangkutan sebagai profesor riset," bunyi siaran pers tersebut.

ØKelompok saracen

 
 











Kelompok yang eksis di Facebook dan website ini paling banyak mendapatkan sorotan sejak pertengahan 2017. Mereka mengunggah konten berisi ujaran kebencian dan hoaks yang ditujukan kepada kelompok tertentu. Bahkan, beberapa postingannya menyinggung sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Dalam kasus ini, polisi menetapkan empat pengurus Saracen sebagai tersangka. Mereka adalah Mohammad Faisal Todong, Sri Rahayu Ningsih, Jasriadi, dan Mahammad Abdullah Harsono. Mereka dianggap menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial sesuai pesanan dengan tarif Rp 72 juta.
Media yang digunakan untuk menyebar konten tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan berbagai grup lain yang menarik minat warganet untuk bergabung. Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun. Dua dari empat pelaku, Sri dan Faisal, ditangkap lebih dulu karenaa mengunggah konten serupa di akun Facebook pribadi mereka. Di laman Facebooknya, Sri menghina Presiden Jokowi dan pemerintah.
Sementara itu, Faisal mengunggah gambar yang isinya tudingan Jokowi adalah keluarga dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain itu, Faisal juga menyinggung soal fraksi yang mendukung maupun menolak ambang batas parlemen dan ajakan untuk menjatuhkan partai tertentu. Ada juga konten berisi penghinaan kepada Polri dan Kapolri. Selain itu, beberapa gambar dan tulisan yang diunggah dinilai menyinggung SARA dan ujaran kebencian

·     Undang undang tentang UU ITE

Ø Pasal 45 ayat 1
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ø Pasal 45 ayat 2
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ø Pasal 45 ayat 3
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Ø Pasal 45 ayat 4
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ø Pasal 45A ayat 1
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ø Pasal 45A ayat 2
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

·      Cara menangani / menanggulangi cyber ethics

Ø Perlunya didikan tentang etika media /internet

Pendidikan tentang etika media harus berfokus pada hak dan kebebasan dalam menciptakan masyarakat yang damai. Menghadapi kebencian dimulai dengan kesadaran bahwa meskipun kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang mendasar, kemunculan media sosial telah menciptakan berbagai wadah untuk membuat dan menyebarkan ujaran kebencian.

Ø  Mengatur media sosisal / internet

Dengan mempelajari dan mengetahui etika serta undang-undang yang berlaku, atur penggunaan media sosial Anda lebih positif. Hindari mengikuti akun-akun yang memicu kebencian. Jika perlu, Anda bisa melaporkan akun atau perkataan tersebut kepada pihak aplikasi untuk menghilangkan konten itu dari media sosial.

Ø  Mendorong korban atau sanksi supaya melapor

Tindak ujaran kebencian kerap tidak terlihat hanya karena banyak korban yang tidak tahu ke mana harus melaporkan kasus. Bahkan, terkadang korban tidak sadar bahwa dia adalah korban dari ujaran kebencian. Oleh karena itu, bangun kesadaran diri Anda untuk meminimalkan maraknya tindakan ujaran kebencian di media sosial dengan membantu korban atau diri sendiri melaporkan jika mengalami tindak ujaran kebencian.



2 komentar:

  1. Sudah baik, namun ke depannya untuk gambar yang diambil dari sumber lain harus dicantumkan sumbernya,. juga sumber referensi tulisan harus dicantumkan di akhir tulisannya.

    BalasHapus